#BedaIsMe: Jakarta Untuk Toleransi | Your Favorite Devil's Advocate
article

#BedaIsMe: Jakarta Untuk Toleransi

Rabu, Juni 05, 2013

                Bicara tentang tanggal 1 Juni, apa yang pertama kali terlintas dalam benak kita? Yap, Hari Kelahiran Pancasila. Sabtu lalu, tepat tanggal 1 Juni 2013, saya berkunjung ke LBH Jakarta bersama bagian kecil dari Sekolah Kita untuk bersama-sama memperingati Hari Kelahiran Pancasila itu dalam sebuah acara yang bertajuk “Beda.Is.Me: Jakarta Untuk Toleransi”.

Teks Pancasila
                Melirik kembali pada teks Pancasila yang tertera di atas, seharusnya Pancasila bisa menjadi sebuah dasar negara yang memersatukan seluruh rakyatnya. Namun kenyataannya yang ada saat ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. “Sebab, oleh para pendiri bangsa yang merumuskannya, Pancasila diikhtiarkan untuk merajut keberagaman,” tutur Mas Mayong, Direktur LBH Jakarta.
                Jakarta sebagai ibukota negara yang merangkum keberagaman dari berbagai pelosok bumi tercinta tentunya harus mempunyai toleransi yang tinggi untuk menerima dan menghargai perbedaan yang ada. Diutamakan untuk para pemuda yang akan menjadi penerus bangsa, acara ini menitipkan pesan yang sangat penting untuk kita yaitu: kita harus mampu menghidupkan kesadaran dengan tindakan yang nyata dalam mengembangkan toleransi dan penghargaan pada keberagaman yang ada.

Adik Sekolah Kita Rumpin
                Acara ini menyuguhkan tentang pesan-pesan kebebasan dalam beragama dengan cara yang menarik. Mengambil unsur seni dari berbagai sisi sehingga materi yang disampaikan menjadi lebih diminati. Sebuah lagu yang sangat menarik perhatian saya yang dibawakan oleh Ayah Pidibaiq dari The Panas Dalam. Lagu ini bercerita tentang seekor anjing yang diberi nama Kucing. Karena anjing dan kucing adalah musuh bebuyutan, maka si anjing tersebut pun memusuhi dirinya sendiri. Pesan yang disampaikan oleh Ayah Pidibaiq seusai lagunya adalah, “Jihad yang sesungguhnya adalah mengalahkan musuh yang ada dalam dirimu sendiri.”
                Saya mengamini pernyataan tersebut karena memang pada dasarnya saat ini tak sedikit orang yang mengatasnamakan agama untuk berjihad namun ternyata mereka telah mengambil jalan yang salah. “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.” – UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2. Sudah berpuluh-puluh tahun lamanya dasar negara kita dibuat, namun sampai detik saya menulis ini semua: itu masih sekadar wacana belaka.
                Kak Alent, MC dalam acara tersebut, masih dapat melantangkan suaranya walaupun dalam kondisi yang kurang fit demi bersinergi bersama dalam wujud nyata melawan ketidakadilan.

Pameran Foto
Penampilan Fortuna Band
Tari Cendrawasih dari STAH
Atika dan Tiara, Adik Sekolah Kita
Penampilan Adik Sekolah Kita
                Ini mereka, bagian kecil dari korban wacana pemerintah yang tak kunjung terealisasi. Lagu sederhana yang indah diikuti dengan pembacaan puisi bertajuk “Kami Para Pencari Keadilan” oleh beberapa adik kita: Tiara, Tita, Bibah dan Nia.

Kak Alent, Annisa, Tita
Kak Alent, Kak Lani, Annisa, Tita
                Kak Lani, Kakak Koordinator Pengajar Tetap dan Pengajar Relawan, menjelaskan sedikit tentang latar belakang terbentuknya Sekolah Kita.


Mbak Alissa Wahid
                Di sini, Mbak Alissa Wahid diminta untuk berorasi tentang budaya. Namun entah harus bicara apa, maka beliau melontarkan curahan hatinya di atas panggung Beda.Is.Me tersebut. Beliau bercerita tentang seorang teman yang tempat ibadahnya melulu ditutup secara paksa hingga si teman tersebut memutuskan untuk pindah ke luar negeri agar bisa mendapatkan kenyamanan beribadah. “Kita kan cuma mau ibadah,” kata anak dari si teman tersebut yang masih berusia 7 tahun. Di akhir ceritanya, beliau mengajak kita semua untuk jangan mudah menyerah dalam mencari keadilan, “Walaupun tertatih-tatih, marilah kita melangkah.”
                Begitu banyak korban namun mengapa pemerintah masih saja terdiam? Mereka yang tak dapat beribadah dengan nyaman karena gereja tempatnya menunaikan ibadah selalu ditutup dengan alasan yang masih sulit untuk diterima oleh nalar. Mereka yang seperti pengungsi di tanah kelahiran mereka sendiri. Mereka yang ada namun seolah telah dilupakan.
                Perbedaan seharusnya membuat kita lebih kaya, bukan saling menyerang.
                “Siapa kita?”
                “INDONESIA!!”
          Indonesia bukan satu pulau, tapi banyak pulau. Indonesia bukan satu suku, tapi banyak suku. Indonesia bukan satu bahasa, tapi banyak bahasa. Indonesia bukan satu budaya, tapi banyak budaya. Sedemikian kaya negeri kita, namun lihatlah fakir miskin masih terlantar di mana-mana.

Bu Neneng, Tiara, Annisa
              “Gimana Indonesia mau maju kalau kami masih dijajah negara kami sendiri? Tanah kami dirampas.” – Tiara, Adik Sekolah Kita.
               “Indonesia, kapan merdeka lagi?” – Annisa, Adik Sekolah Kita.
                Jeritan-jeritan perih itu, masihkah tidak terdengar?
                Di manakah peran pemerintah sesungguhnya?






Photo by: Prita Meilanitasari

You Might Also Like

12 komentar

  1. Hi Tiwi... Tulisan yang menarik. Trims sudah sharing dan berpartisipasi dalam #BedaIsMe ya.
    Tuhan senantiasa memberkati setiap niat tulus kita untuk menciptakan keadilan di bumi ini. See you next time!


    -Alent-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Kak Alent! Kabar-kabari tentang acara serupa ya :)

      See you~

      Hapus
  2. ah sayang tiwi cuman keliatan dari belakang :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. ng..... gue speechless......
      wahahaha itu ada kok di foto kedua, dari jauuh :p

      Hapus
    2. gue baru sadar, yang band the panas dalam..
      itu lagunya gue suka ahahaha, yang polwan, lala dan masih banyal..

      Hapus
    3. gue paling suka yang anjing kucing itu, Vin. Gila, keren banget hahaha

      Hapus
  3. sangat menginspirasi kak... super sekali! *ala Mario Teguh*

    suka banget sama kata-kata "Jihad yang sesungguhnya adalah mengalahkan musuh yang ada didalam dirimu sendiri" , yup.. musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri..

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo dedek gemes! kita bersinergi melawan ketidakadilan! :D

      Hapus
  4. Iyah, Indonesia padahal kalau ngebela timnas, mau dari manapun jadi bersatu, peluit ditiup rusuh lagi. -__-

    BalasHapus

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer